Beberapa meter di bawah Candi Bentar Pura Penataran Agung Besakih terdapat salah satu kompleks Pura Besakih yang bernama Pura Basukian. Pura ini tepatnya berada di kanan jalan menuju Pura Penataran Agung Besakih. Pura inilah sesungguhnya sebagai kompleks pura yang pertama berdiri di Pura Besakih.
Pura Basukian ini ada hubungannya dengan perjalanan seorang Pandita dari Gunung Raung Jawa Timur menuju Bali. Dalam cerita tersebut dinyatakan bahwa orang suci bernama Dang Hyang Markandia mengadakan perjalanan suci ke Pulau Bali bersama dengan ratusan orang pengikutnya.
Sampai di Bali rombongan transmigrasi tersebut mengadakan usaha pertanian dengan merabas hutan seperlunya untuk diolah menjadi lahan pertanian. Entah apa sebabnya sebagian besar pengiring Dang Hyang Markandia jatuh sakit dan meninggal. Karena itu, Dang Hyang Markandia kembali ke Jawa Timur mohon petunjuk gurunya, Hyang Pasupati. Setelah mendapat petunjuk dari gurunya Dang Hyang Markandia kembali lagi ke Bali bersama kurang lebih 800 orang pengikutnya.Sesampai di Bali rombongan tersebut tidak langsung mengembangkan lahan pertanian. Sebelumnya dilakukan upacara keagamaan lengkap dengan sesajinya yang disebut bebali. Inti pokok upacara tersebut adalah menanam lima jenis logam yang disebut Panca Dhatu. Lima jenis logam itu adalah emas, perak, besi, tembaga dan permata.
Setelah dilangsungkan upacara keagamaan memuja Dewa Wisnu dalam menipestasinya sebagai Dewa Air (Naga Basuki) itu barulah usaha mengembangkan lahan pertanian dan pemukiman yang bercorak agraris dilanjutkan. Ternyata usaha mengembangkan kehidupan agraris itu berhasil dengan baik. Hal itulah sebagai awal terbentuknya istilah desa di Bali. Desa itu pemukiman yang bercorak agraris yang religius Hinduistis.
Selanjutnya tempat upacara menanam Panca Dhatu itu didirikan tempat pemujaan yang diberi nama Pura Basukian sampai sekarang. Pemberian nama Basukian ini dimaksudkan untuk memohon basuki kepada Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Mahakuasa. Kata ''basuki'' dalam bahasa Jawa Kuna artinya selamat. Dalam lontar pun disebutkan ''basuki ngaran rahayu'' artinya basuki artinya selamat. Mungkin karena setelah dilakukan upacara menanam Panca Dhatu rombongan Dang Hyang Markandia selanjutnya selamat keadaannya.
Bangunan suci yang paling utama di pura ini adalah Meru Tumpang Pitu sebagai stana memuja Sang Hyang Naga Basuki yaitu naga penjelmaan Dewa Wisnu sebagai dewanya air. Air itulah yang menyebabkan suburnya lahan pertanian. Meru Tumpang Pitu itu menggambarkan tujuh lapisan bumi ke bawah yang disebut dengan Sapta Patala.
Sang Hyang Naga Basuki dan Ananta Bhoga ini yang diyakini sebagai dewanya tujuh lapisan bumi yang disebut Sapta Patala itu. Meru Tumpang Pitu ini diapit oleh Bale Papelik yaitu bangunan beratap dengan tiang empat sebagai tempat meletakkan sesaji atau banten persembahan. Mengapa bangunan utama umumnya disertai dua Bale Pepelik.
Hal ini menggambarkan bahwa menyembah Tuhan itu haruslah seimbang antara persembahan yang bersifat rohaniah dan yang bersifat jasmaniah. Umat Hindu di Bali menyebutnya persembahan Sekala dan Niskala atau Wahya dan Adyatmika.
Pemberian nama Basukian pada pura ini mungkin juga untuk mengenang asal rombongan dari Jawa Timur dari daerah Basuki dekat Gunung Raung. Pura ini pada awalnya dirawat oleh pengikut Dang Hyang Markandia. Pengikut Dang Hyang Markandia itu mendirikan tempat pemujaan di jaba tengah areal Pura Basukian.
Tempat pemujaan keluarga itu disebut Merajan Wong Bali Mula. Di jaba tengah atau areal bagian tengah ini terdapat bangunan suci berupa Kamulan Rong Tiga yaitu bangunan suci berruang tiga sebagai pemujaan Kawitan orang Bali Mula pengiring Dang Hyang Markandia dari daerah Basuki, Jawa Timur di lereng Gunung Raung.
Dewasa ini Pura Basukian sudah direhab dan arealnya sedikit diperluas sehingga keberadaan Pura Basukian sudah jauh lebih indah daripada sebelumnya. Upacara piodalan-nya dilakukan setiap 210 hari sekali yaitu setiap hari Rabu Wuku Klawu. Upacara piodalan itu bagaikan hari ulang tahun dengan mengadakan upacara khusus setiap enam bulan wuku. Umat Hindu di Bali memiliki perhitungan hari dengan sistem wuku.
Satu wuku lamanya tujuh hari. Satu bulan wuku sebanyak lima wuku. Jadinya satu bulan wukulamanya 35 hari. Wuku jumlahnya 30. Setiap wuku akan kembali berulang setiap 210 hari. Karena itu upacara piodalan di Pura Basukian setiap 210 hari yaitu setiap hari Rabu atau Budha Wage wuku Klawu. Budha Wage wuku Klawu itu dalam tradisi Hindu di Bali adalah hari keuangan. Maksudnya adalah hari untuk memuja Tuhan sebagai Batara Sri Sedhana. Dewi Sri itu adalah saktinya Dewa Wisnu yaitu dewa kemakmuran. Tujuh lapisan bumi ini akan menjadi sumber kemakmuran kalau ada air yang meresap ke dalam tanah sesuai dengan hukum alam.
Melaui Pura Basukian itulah umat Hindu di Bali terus-menerus diingatkan agar tidak merusak sumber-sumber air di muka bumi ini. Antara air dan pohon-pohonan itu saling tergantungan. Karena itu dalam kutipan Mantra Weda tersebut di atas amat dilarang mencemari air dan merusak pohon-pohonan. Karena air dan pohon-pohonan itu adalah dua di antara tiga Ratna Permata Bumi yang dinyatakan dalam Canakya Nitisastra.
Source: BaliPost by I Ketut Gobyah
Category:
besakih-temple
| 0 Comments
0 comments to “Basukian Temple is A Founder of Besakih Temple”